Bangun Kesadaran Kolektif, Bawaslu Kota Bima bersama DPR RI Gelar Penguatan Kelembagaan

Iklan Atas Halaman 920x250

.

Bangun Kesadaran Kolektif, Bawaslu Kota Bima bersama DPR RI Gelar Penguatan Kelembagaan

Minggu, 24 Agustus 2025

 

Kegiatan penguatan kelembagaan yang dilaksanakan oleh Bawaslu Kota Bima.

Kota Bima, Jurnal NTB.– 
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bima bersama Komisi II DPR RI menggelar kegiatan Penguatan Kelembagaan Bersama Mitra Kerja, yang berlangsung selama tiga hari, mulai 24–26 Agustus 2025, di salah satu hotel di Kota Bima. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Ketua Bawaslu Kota Bima, Atina.


Ketua Panitia, Amrin, dalam laporannya menyampaikan bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuannya, untuk mewujudkan kemandirian lembaga pengawas pemilu dalam menjalankan tugas pengawasan, pencegahan, penanganan sengketa proses, dan lainnya.


“Kami menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan, mulai dari anggota DPR RI, pemantau pemilu, hingga penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu. Semoga kegiatan ini membawa kesuksesan dalam penyelenggaraan pemilu mendatang,” ujarnya.


Sementara itu, Anggota Bawaslu Kota Bima, Khairul Amar, menegaskan bahwa kegiatan tersebut menjadi momentum penting pasca Pilkada 2024. 


“Melalui kegiatan ini, kita memperkuat kelembagaan sekaligus konsolidasi bersama mitra kerja untuk memperkuat demokrasi di daerah,” katanya.


Ketua Bawaslu Kota Bima, Atina, dalam sambutannya menjelaskan pentingnya keberadaan Bawaslu setelah tahapan pemilu selesai. Menurutnya, Bawaslu tetap memiliki tanggung jawab dalam melakukan sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat.


“Seringkali muncul pertanyaan, apa tugas Bawaslu setelah pemilu selesai? Padahal banyak yang terus kami lakukan. Sosialisasi misalnya, kami turun ke sekolah-sekolah untuk memberikan pemahaman kepada pemilih pemula. Membangun kesadaran kolektif memang butuh waktu dan keterlibatan semua pihak,” tegas Atina.


Ia juga menekankan bahwa pelanggaran netralitas ASN dan praktik politik uang menjadi ancaman serius terhadap demokrasi. Jika tidak dibarengi dengan kesadaran kolektif, maka regulasi semata tidak cukup untuk memberantasnya.


“Pemilih harus dididik jauh sebelum tahapan pemilu dimulai. Kita mendidik pemilih dan politisi agar demokrasi berjalan sehat. Kami juga selalu terbuka terhadap kritik dan masukan dari masyarakat,” pungkas Atina. (RED).