Komisi III DPRD Kota Bima Dorong Evaluasi Total Aktivitas Tambang

Iklan Atas Halaman 920x250

.

Komisi III DPRD Kota Bima Dorong Evaluasi Total Aktivitas Tambang

Kamis, 16 Oktober 2025

RDP persoalan tambang oleh Komisi III DPRD Kota Bima.

Kota Bima, Jurnal NTB.-
Komisi III DPRD Kota Bima kembali menyoroti maraknya aktivitas pertambangan yang diduga tidak berizin di wilayah Kota Bima. Melalui agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Kamis, 16 Oktober 2025, DPRD menghadirkan sejumlah instansi teknis dan perwakilan perusahaan tambang untuk membahas kejelasan status izin usaha pertambangan (IUP) yang beroperasi di daerah tersebut.


Rapat yang dipimpin Ketua Komisi III, Amir Syarifudin bersama Iwan Qamarulzaman ini dihadiri oleh perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Bagian Ekonomi Setda Kota Bima, serta empat perusahaan tambang batuan yang beroperasi di wilayah Kota Bima.


Dalam forum tersebut, Komisi III menemukan fakta bahwa sebagian besar perusahaan belum memiliki izin aktif atau tidak tercatat dalam sistem Minerba One Map Indonesia (MOMI) milik Kementerian ESDM. Salah satu yang disorot, yaitu salah satu perusahan yang diketahui masa izin produksinya telah berakhir sejak 2 Juli 2020.


Ketua Komisi III menegaskan, DPRD menaruh perhatian serius terhadap aktivitas tambang ilegal yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dan merugikan daerah secara ekonomi.


“Kami tidak ingin aktivitas tambang yang tidak jelas izinnya terus berjalan. Pemerintah Kota bersama DLH harus turun langsung ke lapangan untuk memastikan semua kegiatan tambang memiliki izin yang sah dan sesuai ketentuan,” tegas Amir Syarifudin.


Sebagai tindak lanjut, Komisi III merekomendasikan agar DLH Kota Bima segera berkoordinasi dengan Dinas ESDM Provinsi NTB guna memastikan legalitas seluruh perusahaan tambang yang beroperasi. Bila ditemukan pelanggaran, DPRD meminta agar kegiatan pertambangan dihentikan sementara hingga izin diperbarui sesuai regulasi.


Amir juga menyoroti keterbatasan kewenangan pemerintah kota dalam pengawasan sektor pertambangan, sementara dampak lingkungan akibat kegiatan pascatambang justru dirasakan langsung oleh masyarakat.


“Sering kali pascatambang meninggalkan kerusakan lingkungan yang berat, sementara daerah tidak punya ruang intervensi. Masyarakat datang mengadu ke pemerintah kota dan DPRD, padahal urusan perizinan sepenuhnya berada di provinsi. Ini dilema yang harus segera dicarikan solusi,” ujarnya.


Melalui forum ini, Komisi III DPRD Kota Bima menegaskan komitmennya menjaga keseimbangan lingkungan dan memastikan tata kelola pertambangan berjalan sesuai prinsip keberlanjutan dan keadilan. (RED).