
Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Bima, Nazamuddin.
Kota Bima, Jurnal NTB.- Musim hujan kembali tiba. Di Bima, turunnya hujan tak lagi sekadar pertanda kesuburan, tetapi juga menghadirkan kecemasan. Banjir bukan lagi sekadar akibat intensitas hujan yang tinggi, melainkan buah dari kerusakan hutan, alih fungsi lahan, dan pengawasan yang longgar selama bertahun-tahun.
Kawasan yang dahulu menjadi penyangga air mulai dari hutan lindung, konservasi, hingga kawasan tangkapan air kini banyak yang berubah peruntukan. Dampaknya terasa ganda: kekeringan saat kemarau dan banjir besar ketika musim hujan tiba. Hilir menjadi korban, sementara hulu telah lama kehilangan daya redamnya.
Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Bima, Nazamuddin, mengungkapkan bahwa dulu jalur air di pegunungan terpecah oleh ratusan anak sungai kecil yang menjaga kecepatan arus sebelum mencapai pemukiman.
“Meskipun hujan deras, aliran air tetap terkendali karena tersebar melalui jalur-jalur kecil itu,” jelasnya dalam Rakor penanganan pascabanjir, Senin (10/11).
Namun situasi berubah drastis. Pembukaan jalan tani dan jalan ekonomi di hulu mengubah bentang alam. Badan tanah terbelah, jalur air berpindah, dan setiap curah hujan deras memaksa air meluncur bebas tanpa kendali.
“Jalan tani itu kini berubah menjadi sungai baru. Laju air dipercepat, membawa lumpur dan material sedimen ke hilir,” tegasnya.
Ia memberi contoh sejumlah titik rawan: Lanco Gajah Jatibaru Barat, Lampe, Dodu, daerah timur PT Tukad Mas, hingga Kolo.
“Setiap musim hujan, jalan raya tertutup lumpur, batu, dan sedimen. Itu bukan fenomena alami semata, tetapi konsekuensi dari kebijakan ruang,” tambahnya.
Nazamuddin menilai kondisi ini harus disampaikan apa adanya, tanpa eufemisme dan tanpa menutup data.
“Pilihan kita sederhana, berani mengambil langkah penyelamatan alam, atau kita terkubur dalam bencana,” tegasnya.
Ia lalu menutup dengan pesan reflektif yang sekaligus seruan moral mengajak kembalikan warna hijau tanah kelahiran kita. Sebelum Bima tenggelam.
"Sebelum anak cucu kita hanya mengenal hutan lewat cerita. Bertindaklah sekarang, karena waktu untuk penyesalan selalu datang terlambat," pungkasnya. (RED).

Komentar